Spare Parts Inventory Control - An Introduction in Bahasa Indonesia

Oleh: Mansur M. Arief

Keterangan: Catatan ini memberikan gambaran singkat tentang pengelolaan persediaan suku cadang, mekanisme pengendalian persediaan, dan evaluasi kinerja kebijakan persediaan dengan metode deterministik dan stokastik, sebagai bahan pembelajaran tambahan mendampingi handout Spare-Parts Inventory Control Management. Catatan ini ditujukan untuk mahasiswa PJJ PLN, Program Studi Magister Teknik Industri, Departemen Teknik dan Sistem Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Indonesia.


Di beragam industri, pengelolaan suku cadang (spare parts) merupakan hal yang penting. Suku cadang digunakan untuk memperbaiki atau mengganti komponen yang rusak pada peralatan produksi. Pengelolaan suku cadang yang baik akan memastikan kelancaran operasi produksi dan meminimalkan kerugian akibat kegagalan peralatan.

Dalam konteks operasi PLN, pengelolaan suku cadang juga penting untuk:

Pengelolaan suku cadang yang baik akan memastikan service level yang baik, yaitu ketersediaan suku cadang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat. Selain itu, pengelolaan baik juga akan meminimalkan biaya persediaan suku cadang, termasuk biaya penyimpanan (inventory holding cost), biaya pemesanan (order cost), dan biaya kekurangan stok (stockout cost).

1. Pengelolaan Persediaan Suku Cadang

Pengelolaan persediaan suku cadang cukup unik, karena:

Keunikan ini membuat pengelolaan persediaan suku cadang menjadi tantangan tersendiri, dibandingkan dengan pengelolaan persediaan barang konsumsi atau barang modal lainnya. Misalnya, pola permintaan yang bersifat intermiten (jarang terjadi) dan tidak terduga membuat pengelolaan persediaan suku cadang memerlukan pendekatan yang berbeda bila dibandingkan dengan pengelolaan persediaan barang konsumsi yang permintaannya cukup stabil dan mengikuti pola musiman. Selain itu, stockout cost yang biasanya sangat tinggi membuat pengelolaan persediaan suku cadang harus memperhatikan service level yang tinggi, yaitu memastikan ketersediaan suku cadang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat.

2. Rangkuman Materi Mekanisme Pengendalian Persediaan (Inventory Control)

Tujuan utama inventory control adalah menentukan keseimbangan yang optimal antara cost dan service level. Kedua tujuan ini seringkali bertentangan, sehingga diperlukan kebijakan persediaan yang tepat untuk mencapai keseimbangan tersebut. Untuk dapat menjamin service level yang tinggi (misal ketersediaan stok 95%, waktu tunggu pesanan 2 hari, turnover persediaan 10 kali setahun), perusahaan harus menyediakan stok yang cukup tinggi setiap saat, melakukan negosiasi yang baik dengan vendor agar order lead time dapat dipersingkat, dan mampu memonitor tingkat persediaan secara akurat, dan lain sebagainya. Namun, semua upaya ini akan menimbulkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan yang tinggi. Sebaliknya, untuk meminimalkan biaya persediaan, perusahaan harus bersedia mengorbankan service level di tingkat yang lebih rendah, yang berarti risiko kekurangan stok akan lebih tinggi dan dapat berdampak pada kepuasan pelanggan.

Pelaksanaan inventory control biasanya menggunakan kebijakan persediaan yang sederhana (seperti kebijakan \((s, Q)\), \((R, S)\), dan \((s, S)\)). Kebijakan ini memungkinkan perusahaan untuk menentukan kapan dan berapa banyak pesanan yang harus ditempatkan, berdasarkan tingkat persediaan yang ada dan tingkat permintaan yang diperkirakan. Sebagai contoh, kebijakan \((s, Q)\) berarti perusahaan akan memesan \(Q\) unit suku cadang setiap kali tingkat persediaan mencapai \(s\) unit, sedangkan kebijakan \((R, S)\) berarti perusahaan akan meninjau persediaan setiap \(R\) waktu dan mengisi persediaan hingga mencapai \(S\) unit. Nilai \(s\), \(Q\), \(R\), dan \(S\) ini biasanya ditentukan berdasarkan analisis historis permintaan, biaya persediaan, dan kebijakan perusahaan menggunakan pendekatan matematis, analitis, atau heuristik.

Dalam pelaksanaannya, inventory control yang efektif membutuhkan sistem monitoring persediaan stok yang baik, sistem informasi yang terintegrasi, dan kerjasama yang baik antara berbagai fungsi di perusahaan (misalnya, produksi, pemeliharaan, pembelian, dan keuangan). Dengan demikian, perusahaan dapat memastikan ketersediaan suku cadang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat, sehingga operasi produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya persediaan dapat dikelola dengan efisien. Informasi yang seringkali dibutuhkan, termasuk:

Dengan informasi ini, perusahaan dapat menghitung reorder point, reorder quantity, dan lead time demand yang diperlukan untuk menjaga service level yang diinginkan dan meminimalkan biaya persediaan.

Gambar di bawah ini menunjukkan contoh inventory plot yang menunjukkan tingkat persediaan stok, reorder point, dan reorder quantity untuk kebijakan persediaan \((s, Q)\).

Inventory Plot

Gambar di atas menunjukkan beberapa hal:

Silakan review materi kuliah sebelumnya untuk penjelasan yang lebih detail tentang konsep inventory control lainnya.

Kuis Singkat #1 (Ungraded)

Sebelum melanjutkan ke materi berikutnya, silakan evaluasi pemahaman Anda dengan menjawab pertanyaan berikut:

Q1. What is the main goal of inventory control?
Not quite
Not quite
Not quite
Correct! The main goal of inventory control is to balance costs and service level.
Q2. A new company policy is implemented to reduce the inventory level by 20% to cut costs. What is the potential risk of this policy?
Correct! Reducing inventory level may lead to stockout.
Not quite
Not quite
Not quite
Q3. The sales team decides to offer a *FREE TAMBAH DAYA* promotion during August, which is expected to increase demand for new KwH meters. However, no internal communication is made to the regional teams. As a result, the regional teams are caught off guard and the inventory level of KwH meters drops to zero most of the time during August. What is the main issue in this scenario?
Correct! The main issue is stockout due to increased demand and lack of communication.
Not quite
Not quite
Not quite
Q4. In the previous scenario, what could have been done by the inventory control team to prevent the stockout issue?
Not quite
Correct! Updating the demand forecast and reorder point can help prevent stockout.
Not quite
Not quite

3. Metrik Evaluasi Kebijakan Persediaan

Kebijakan persediaan yang baik harus dievaluasi berdasarkan beberapa metrik kinerja, antara lain:

Metrik-metrik ini akan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja kebijakan persediaan, dan membantu perusahaan untuk menentukan kebijakan yang optimal. Umumnya, ada banyak metrik lain yang dapat digunakan, tergantung pada kebutuhan dan karakteristik perusahaan. Perusahaan akan memilih metrik yang paling relevan dengan tujuan dan strategi bisnis perusahaan. Dalam prakteknya, cara yang paling sederhana untuk menghitung metrik ini adalah dengan mengumpulkan data dan menghitung metrik tersebut berdasarkan data yang ada.

Misalnya, perusahaan dapat menghitung service level berdasarkan jumlah stockout yang terjadi selama periode tertentu, dan menghitung biaya total berdasarkan biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan stok yang terjadi. Dengan demikian, perusahaan dapat mengevaluasi kinerja kebijakan persediaan yang ada dan memutuskan apakah perlu dilakukan perubahan atau penyesuaian. Sebagai contoh, manajer persediaan memiliki data sebagai berikut:

Kebijakan persediaan yang dievaluasi, misalnya:

4. Evaluasi Kebijakan Persediaan secara Deterministik (Single-Run)

Bila data prediksi demand selama periode perencanaan sudah tersedia, perusahaan dapat menghitung metrik kinerja kebijakan persediaan tersebut secara deterministik. Misalnya, perusahaan dapat menghitung service level, biaya total, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan stok yang dihasilkan oleh masing-masing kebijakan persediaan. Hasil evaluasi ini akan memberikan gambaran kinerja kebijakan persediaan yang diterapkan, dan membantu perusahaan untuk menentukan kebijakan yang paling optimal.

Kebijakan Persediaan Service Level Total Biaya Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan Biaya Stockout
(s=20, Q=30) 100.00% 44.01 43.66 0.35 0.00
(R=30, S=50) 100.00% 56.33 55.73 0.60 0.00
(s=20, S=50) 100.00% 47.78 47.44 0.35 0.00

*Semua biaya dalam (juta Rupiah)

Penting untuk dipahami bahwa metrik ini dihitung berdasarkan inventory level dan skema pemesanan yang dihasilkan oleh kebijakan persediaan yang diterapkan, dengan mengasumsikan demand aktual selama periode perencanaan sesuai dengan prediksi yang ada. Inventory plot di bawah ini menunjukkan contoh profil persediaan yang dihasilkan oleh masing-masing kebijakan persediaan.

Inventory Plot

Mencermati hasil evaluasi kebijakan persediaan di atas, manajer persediaan dapat mengevaluasi kinerja kebijakan persediaan yang ada dan memutuskan kebijakan mana yang paling optimal untuk diterapkan dalam operasi sehari-hari. Dengan demikian, perusahaan dapat memastikan ketersediaan suku cadang yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat, serta meminimalkan biaya persediaan yang dikeluarkan, bila prediksi demand sesuai dengan kenyataan.

Apa yang akan terjadi jika demand aktual tidak sesuai dengan prediksi yang ada? Bisa saja kebijakan persediaan yang dianggap optimal berdasarkan prediksi demand ternyata tidak optimal ketika dihadapkan dengan demand aktual yang berbeda. Contoh berikut menunjukkan hasil evaluasi kebijakan persediaan yang sama, namun dengan demand aktual yang berbeda.

Contoh Realisasi Demand #1

Kebijakan Persediaan Service Level Total Biaya Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan Biaya Stockout
(s=20, Q=30) 98.63% 111.72 41.31 0.40 70.00
(R=30, S=50) 100.00% 50.92 50.33 0.60 0.00
(s=20, S=50) 99.45% 65.83 45.48 0.35 20.00

Demand Samples from UP3 XYZ

Di realisasi demand di atas, terlihat bahwa beberapa kebijakan persediaan yang dianggap optimal berdasarkan prediksi demand, ternyata tidak optimal ketika dihadapkan dengan demand aktual yang berbeda. Kebijakan (s,Q) dan (s,S) yang diprediksi memberi service level 100%, ternyata memberikan service level yang lebih rendah ketika dihadapkan dengan demand aktual. Akibatnya juga, biaya stockout yang dihasilkan oleh kebijakan (s,Q) menjadi sangat tinggi, karena permintaan melebihi tingkat persediaan stok yang ada. Dapat dilihat di gambar di atas bahwa stockout terjadi pada beberapa periode, khususnya selama stok yang telah dipesan belum tiba. Hal yang sama juga terjadi pada kebijakan (s,S), meskipun biaya stockout yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan (s,Q).

Contoh Realisasi Demand #1

Kebijakan Persediaan Service Level Total Biaya Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan Biaya Stockout
(s=20, Q=30) 100.00% 44.49 44.14 0.35 0.00
(R=30, S=50) 100.00% 56.97 56.37 0.60 0.00
(s=20, S=50) 99.73% 61.39 51.05 0.35 10.00

Demand Samples from UP3 ZYX

Di realisasi demand ini, terlihat bahwa kebijakan persediaan (s,S) juga mengalami penurunan service level dan peningkatan biaya stockout ketika dihadapkan dengan demand aktual yang berbeda. Terlihat bahwa biaya stockout yang dihasilkan oleh kebijakan (s,S) menjadi lebih tinggi, karena permintaan melebihi tingkat persediaan stok yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan persediaan yang dianggap optimal berdasarkan prediksi demand, ternyata tidak optimal ketika dihadapkan dengan demand aktual yang berbeda.

Kesimpulan

Dari contoh di atas, terlihat bahwa hasil evaluasi kebijakan persediaan dapat berbeda tergantung pada demand aktual yang terjadi. Evaluasi deterministik (single-run) memberikan gambaran kinerja kebijakan persediaan berdasarkan prediksi demand yang ada, namun ketika demand aktual berbeda, hasil evaluasi tersebut mungkin tidak lagi berlaku, sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan mekanisme evaluasi yang mempertimbangkan ketidakpastian demand yang ada. Salah satu mekanisme evaluasi yang dapat digunakan adalah evaluasi stokastik (multi-run/simulasi), yang memungkinkan perusahaan untuk memperhitungkan ketidakpastian demand dan biaya, serta memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja kebijakan persediaan.

5. Evaluasi Stokastik (Multi-run/Simulasi)

Dalam evaluasi stokastik, perusahaan menggunakan data demand yang lebih banyak (misalnya 100 sampel) untuk menghitung metrik kinerja kebijakan persediaan. Dengan menggunakan data demand yang lebih banyak, perusahaan dapat menghitung metrik kinerja kebijakan persediaan yang lebih akurat dan dapat diandalkan, serta memperhitungkan variasi demand yang mungkin terjadi. Dengan demikian, perusahaan dapat menentukan kebijakan persediaan yang optimal yang meminimalkan biaya total dan mempertahankan service level yang dapat diterima.

Penggunaan beberapa sampel (realisasi) data demand yang lebih banyak menghasilkan data metrik kinerja untuk setiap sampel demand. Data ini kemudian dapat digunakan untuk menghitung rata-rata dan standar deviasi dari metrik kinerja tersebut yang dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja kebijakan persediaan yang diterapkan. Selain itu, pengambil keputusan juga dapat menunjukkan histogram dari metrik kinerja tersebut, yang dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang variasi kinerja kebijakan persediaan yang mungkin terjadi dan mengambil keputusan yang lebih baik.

Contoh Evaluasi Multi-run

Dengan 100 sampel data demand selama satu tahun, perusahaan dapat menghitung metrik kinerja kebijakan persediaan sebagai berikut:

Kebijakan Persediaan Service Level Total Biaya Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan Biaya Stockout
(s, Q) 99.79% $\pm$ 0.33% 58.49 $\pm$ 18.84 45.55 $\pm$ 1.99 0.34 $\pm$ 0.03 12.60 $\pm$ 19.78
(R, S) 99.97% $\pm$ 0.18% 56.97 $\pm$ 11.97 54.07 $\pm$ 2.80 0.60 $\pm$ 0.00 2.30 $\pm$ 12.64
(s, S) 99.83% $\pm$ 0.34% 56.20 $\pm$ 19.14 46.27 $\pm$ 1.90 0.33 $\pm$ 0.03 9.60 $\pm$ 19.39

*Semua biaya dalam (juta Rupiah)

Untuk setiap metrik, tabel di atas menunjukkan rata-rata \(\pm\) standar deviasi dari metrik tersebut. Terlihat bahwa beberapa kebijakan mempunyai variasi kinerja yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan lain, yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut lebih sensitif terhadap variasi demand yang terjadi. Dengan menggunakan evaluasi stokastik, perusahaan dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja kebijakan persediaan yang diterapkan dan memutuskan kebijakan mana yang paling optimal untuk diterapkan dalam operasi sehari-hari.

Khusus untuk contoh di atas, pengambil keputusan bisa saja masih mengalami kesulitan untuk menentukan kebijakan persediaan yang optimal, karena variasi kinerja yang masih cukup besar. Histogram berikut menunjukkan distribusi metrik kinerja kebijakan persediaan yang dihasilkan oleh evaluasi stokastik.

Simulation Results Histograms

Dari histogram di atas, terlihat bahwa distribusi metrik kinerja kebijakan persediaan memiliki variasi yang cukup besar, yang menunjukkan bahwa kebijakan persediaan yang diterapkan masih memiliki risiko yang signifikan.

Kesimpulan

Dari contoh di atas, terlihat bahwa evaluasi stokastik memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja kebijakan persediaan yang diterapkan, dan membantu perusahaan untuk menentukan kebijakan yang optimal yang meminimalkan biaya total dan mempertahankan service level yang dapat diterima. Dengan menggunakan evaluasi stokastik, perusahaan dapat memperhitungkan ketidakpastian demand dan biaya, serta memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja kebijakan persediaan yang diterapkan khususnya dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi.

6. Kesimpulan Akhir

Catatan teknis ini memberikan gambaran singkat tentang pengelolaan persediaan suku cadang, mekanisme pengendalian persediaan, dan evaluasi kinerja kebijakan persediaan.

Kuis Singkat #2 (Ungraded)

Silakan evaluasi pemahaman Anda dengan menjawab pertanyaan berikut:

Q1. Which of the following is NOT associated with service level for spare part inventory control?
Not quite
Not quite
Not quite
Correct! Spare-part delivery cost is not directly associated with service level, but with cost.
Q2. Which of the following is NOT related to stockout cost?
Not quite
Not quite
Not quite
Correct! Ordering cost is not related to stockout cost, but to ordering cost.
Q3. Which of the following is NOT a key performance indicator (KPI) for inventory control?
Not quite
Not quite
Not quite
Correct! Ordering cost is not a KPI for inventory control, but a cost metric.
Q4. Which of the following is the limitation of using single-run (determistic) metric evaluation?
Correct! Single-run metric evaluation does not account for uncertainty in demand and lead time.
Not quite
Not quite
Not quite
Q5. Which of the following is NOT a benefit of using multi-run (stochastic) metric evaluation?
Not quite
Correct! Multi-run metric evaluation is computationally more expensive than computing metric using a single data point.
Not quite
Not quite
Q6. What can make predicted spare-part demand deviate from actual demand?
Not quite
Not quite
Not quite
Correct! All of the above can make predicted spare-part demand deviate from actual demand.
Q7. Under which scenario is it most beneficial to use a multi-run (stochastic) metric evaluation?
Not quite
Not quite
Correct! Multi-run metric evaluation is more beneficial when demand and lead time are uncertain.
Not quite
Q8. An inventory control team is confused that their so-called optimal reorder point is not performing well in practice. Stockout is frequent for one item and the inventory level is always high for the other. What could be the reason for this?
Not quite
Not quite
Not quite
Correct! All of the above could be the reason for the inventory control team's confusion.
Q9. An inventory manager is considering increasing the reorder point for a spare part to reduce stockout. What could be the potential risk of this decision?
Not quite
Not quite
Correct! Increasing the reorder point may lead to increased inventory holding cost.
Not quite
Q10. Spare-part SKU#123 is a critical component for electricity distribution (with a stockout cost of 10 billion Rupiah). It has an order lead time of 60 days (it is a customized part) and a demand of about 1 unit every 2 weeks. The inventory manager is considering decreasing the reorder point to reduce inventory holding cost, since the item is expensive, hard to store, and has a low demand. What could the manager do to still do this without increasing the risk of stockout?
Not quite
Not quite
Correct, reducing the lead time can help maintain stockout risk at the same level while reducing inventory holding cost.
Not quite

This note is an supplementary material for the lecture “Spare Parts Inventory Control and Management: Stochastic Optimization and Simulation Approaches” by Mansur M. Arief. The lecture is part of the course “Inventory Management” for Master’s of Industrial Engineering program, Department of Industrial and Systems Engineering, Institute of Technology Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Indonesia.

Parts of this note are adapted from various sources available online. The examples and illustrations are created by the author for educational purposes. Github Copilot is used to generate some parts of the text. The author has reviewed and edited the text to ensure its accuracy and relevance to the topic.